Sabtu, 05 Mei 2012

1.    Pengertian Diksi
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dap[at lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatankepada kita tentang pemakaian kata-kata. 
Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu sesorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.
2.    Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuiah objektif. Sering juga makna denotatif disebut juga makna konseptual. Kata makan, misalnya bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna denotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akaibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan padea sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berati juga jamban (konotati). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif.
Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan  tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang tepat.  Begitu juga  dengan istilah rumah asap.
Makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotaif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah mkna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu.
Misalnya:

Rumah
Penonton
Dibuat
Sesuai
Tukang
Gedung, wisma, graha
Pemirsa, pemerhati
Dirakit, disulap
Harmonis
Ahli, juru

Makna denotaif dan makna konotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotaif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai. Lautan pikiran, perasaan dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu.  
Dia adalah wanita cantik (denotaif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang sesorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seprti kata tolol (lebih jelek daripada bodoh), mampus (lebih jelek dari mati), dan gubuk (lebih jelek daripada rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotatif referen lain. Makna yang dikenakan pada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga konteksl;ah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.
Perhatikan kalimat di bawah ini.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna ‘’bekerja keras’’ yang merupakan sebuah kata kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukkan ke dlam golongan kata yang bermakna konotatif.
Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam kata yang bermakna konotatif. Kata-kata idiom atau ungkapan adalah sebagai berikut.
Keras kepala, panjang tangan, sakit hati dan sebagainya.
3.    Kata Umum dan Khusus
Kata ikan memiliki acauan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak hanya nmujair atau tidak tawes tetapi ikan terdiri atas beberapa macam seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan; demikian juga gurame, lele, sepat tuna, baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes dan ikan mas
Kata umum disebut superordinat, kata khusus disebut hiponim. Contoh kata bermakna umum yang lain adalah bunga. Kata bunga memiliki acuan yang lebih luas daripada mawar. Bunga bukan hanya mawar , melainkan juga ros, melati dahlia, anggrek, dan cempaka. Sebaliknya, melati pasti jenis bunga, anggrek juga tergolong bunga, dahlia juga merupakan sejenis bunga. Kata bunga yang memiliki acuan yang lebih luas disebut kata umum, sedangkan kata dahlia, cempaka, melati atau ros memiliki acuan yang lebih khusus dan disebut kata khusus.
Pasangan kata umum dan kata khusus harus dibedakan dalam pengacuan yang generik dan spesifik.
Sapi, kerbau kuda dan keledai adalah hewan-hewan yang termasuk segolongan yaitu golongan hewan mamalia. Dengan demikian, kata hewan mamalia bersifat umum (generik) sedangkan sapi, kerbau, kuda, keledai adalah kata khusus (spesifik)
4.    Kata Konkret dan Abstrak

Kata yang acuannya  semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret seperti meja, rumah, mobil, air cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak. Seperti ide, gagasan, kesibukan, keinginan, angan-angan kehendan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit, kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan maka karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
5. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
Sinonim ini digunakan untuk mengalihkan-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalm pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan mengkonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakannya, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.



6.  Pembentukan Kata.
Ada dua cara pembentukan kata yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia berbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar berbentuk kata baru melalui unsur serapan.
Dari dalam bahasa Indonesia berbentuk kata baru, misalanya:

Tata
Tata bahasa
Tata buku
Tata rias
Tata cara
Daya
Daya tahan
Daya pukul
Daya tarik
Daya serap
Serba
Serba putih
Serba plastik
Serba kuat
Serba tahu

Dari luar bahasa Indonesia berbentuk kata-kata melalui pungutan kata atau kata serapan, misalnya

Bank
Kredit
Valuta
Televisi
Wisata
Santai
nyeri
Candak kulak

Kata-kata pungut adalah kata yang diambil dari kata-kata asing. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan kita terhadap nama dan persamaan benda atau situasi tertentu yangt belum dimiliki oleh bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata asing yang bersifat internasional sangat kita perlukan karena kita memerlukan suatu komunikasi dalam dunia dan teknologi modern, kita memerlukan komunikasi yang lancar dalam segala macam segi kehidupan.
Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam,
1.    Kita mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah : bank, opname dan golf.
2.    Kita mengambil kata dan menyesuaikan kata-kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah:

Subject
Apotheek
Stabdard
University
Subjek,
Apotek,
Standar, dan
Universitas

3.    Kita menerjemahkan dan memadankan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia. Yang tergolong ke dalam bentuk ini ialah:

Starting point
Meet the press
Up to date
Briefing
Heraing
Titik tolak,
 Jumpa pers,
Mutakhir,
Taklimat, dan
dengar pendapat

4.    Kita mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat keuniversalannya. Yang termasuk golongan ini ialah: de facto, status quo, cum laude dan ad hoc
5.    Kita dapat juga menyerap kata dari bahasa daerah.
Dalam menggunakan kata, terutama dalam situasi resmi kita perlu memperhatikan beberapa ukuran.
a.    Kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat dihindari. Misalnya: nongkrong, dan raun. Kata-kata itu dapat dipakai kalau sudah menjadi milik umum . Contoh: ganyang, lugas, heboh, santai, anjangsana, kelola, dan pamrih.
b.    Kata-kata yang mengandung nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dna hati-hati agar sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan. Contohnya: tunanetra, tunarungu, tunawicara, buta, tuli dan bisu.
c.    Kata yang tidak lazim dipakai dihindari, kecuali kalu sudah dipakaai oleh masyarakat. Contohnya: konon, bayu, laskar, puspa lepau dan didaulat.


Beberapa contoh pemakaian kata di bawah ini dapat dilihat
a.    Kata raya tidak dapat disamakan dengan kata besar, agung. Kata-kata itu tidak selalu dapat dipertukarkan. Contoh: masjid raya, rumah besar, hakim agung.
b.    Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak sama dalam pemakaiannya. Kata tiap-tiap harus diikuti oleh kata benda, sedangkan kata masing-masing tidak boleh diikuti oleh kata benda.
Contoh yang benar:
1.    Tiap-tiap kelompok terdiri atas tiga puluh orang.
2.    Berbagai gedung bertingkat di Jakarta memiliki gaya arsitektur masing-masing.
c.    Pemakaian kata dan lain-lain harus dipertimbangkan secara cermat. Kata dan lain-lain sama kedudukannya dengan seperti, antara lain, misalnya.
Misalnya:

Bentuk yang salah
Dalam ruangan itu kita dapat menemukan barang-barang, seperti meja, buku, bangku, dan lain-lain.
Bentuk yang benar
Dalam ruangan itu kita dapat menemukan meja, buku, bangku, dan lain-lain.

d.    Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara cepat. Kata pukul menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
-Seminar kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari jam 8.00 s.d 12.00. (salah).
-Seminar kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari pukul 8.00 s.d 12.00. (benar).
e.    Kata sesuatu dan suatu harus dipakai secara tepat. Kata sesauatu tidak diikuti oleh kata benda, sedangkan kat suatu harus diikuti olehy kata benda.
Contoh:
1.    Ia mencari sesuatu,
2.    Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri-seri.
f.    Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dan dipakai untuk menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arah.
Contoh:
1.    Ia mendapat tugas dari atasannya.
Kata daripada berfungsi membandingkan.
Contoh:
1.    Duduk lebih baik daripada berdiri.
2.    Indonesia lebih luas daripada Malaysia.
7. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
a.    Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan meng- harus eksplisit. Di bawah ini diperhatikan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Contoh:
Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah)
Amerika Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar).

b.    Penggalan Awalan ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sring menanggalkan awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas. Di bawah ini dapat dilihat bentuk salah dan benar dalam pemakaiannya.
Contoh:
Sampai jumpa lagi. (salah)
Sampai berjumpa lagi. (benar)
c.    Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawali bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapatkan awalan meng-. Di bawah ini akan diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar.
 Contoh: Wakidi sedang menyuci mobil. (salah)
Wakidi sedang mencuci mobil. (benar).

d.    Penyengauan Kata Dasar
Ada lagi gejala penyengauan bunyi awal kata dasar. Penyengauan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya pencampuaran ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian. Kita sering menemukan penggunaan kata-kata mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, dll. Dalam bahasa Indonesia baku tulis, kita harus menggunakan kata memandang, mengail, mengantuk, menabrak, menanam, menulis, dll.  

e.    Bunyi /s/, /k/,/p/, dan /t/ yang Berimbuhan meng-/peng-
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/,/p/, atau /t/ sering tidak luluh jika mendapat awalan meng- atau peng-. Padahal, menurut kaidah baku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari. Contoh:
Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (salah).
Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (benar)
f.    Awalan ke- yang keliru.
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter- sering diberi awalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurangcermatan dalam memilih awalan yang tepat. Umumnya, kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa daerah. Di bawah ini  dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian awalan.
Contoh:  Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini. (salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini. (benar)
g.    Pemakaian Akhiran –ir
Pemakaian akiran -ir  sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku, untuk padanan akhiran –ir adalah –asi atau -isasi. Di bawah ini diungkapkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Contoh:  Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (Salah)
Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (Benar)
h.    Padanan yang Tidak Serasi
Karena pemakai bahasa Indonesia kurang  cermat memilih padanan kata yang serasi, yang muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi. Hal itu terjadi karena dua kaidah bersilang atau bergabung dalam sebuah kalimat. Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar, terutama dalam memakai ungkapan penghubung intrakalimat.
Contoh: -Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Salah)
-Karena modal di bank terbatas,  maka tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Benar)
Bentuk-bentuk di atas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi. Penggunaan dua kata itu dalam sebuah kalimat tidak diperlukan.
Bentuk-bentuk lainya yang merupakan padanan yang tidak serasi adalah disebabkan karena, dan lain sebagainya, karena. . . maka, untuk . . . maka, meskipun . . .tetapi, kalau . . . maka, dan sebagainya.
Bentuk yang baku untuk mengganti padanan itu adalah disebaban oleh, dan lain-lain, atau dan sebagainya; karena/untuk/kalau; meskipun saja tanpa disusul tetapi atau tetapi saja tanpa didahului meskipun.
Dalam pemakain sehari-hari, pemakain di, ke, dari, bagi, dan daripada sering dipertukarkan. Di bawah ini dipaparkan bentuk salh satu pemakain kata depan.
1.    Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
    Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
    Meja ini terbuat dari kayu. ( benar)
    Neni lebih cerdas dari vina. (salah)
    Neni lebih cedas daripada Vina. (benar)

i.    Pemakain Akronim (singkatan)
Kita membeakan istilah ‘’singkatan’’ dengan ‘’bentuk singkat’’. Yang dimaksud dengan singkatan ialah hasil yang menyingkat ayu memendekkan berupa huruf atau gabungan huruf seperti PLO, UI, DPR, KPP, KY, MA, KBK, dan KTSP. Yang dimaksud dengan bentuk singkat ialah kontraksi bentuk kata sebagaimana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (laboratrium), memo (memorandum), demo (demonstrasi) dan lain-lain.
Oleh sebab itu, pemakaian aronim dan singakatan sedapat mungin dihindari karena menimbulkan berbagai tafsiran terhadap akronim atau singkatan itu. Singakatan yang dapat dipakai adlah singkatan yanng sudah umum dan maknanya sudah mantap.
Walaupun demikian, agar tidak tejadi kekeliruan kalau hendak dipergunakan bentuk akronim atau singakatan dalam suatu artikel atau kalah serta sejenis dengan itu, akronim atau singkatan itu lebih baik didahului oleh bentuk lengkapnya.
j.    Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran dan Pemukiman
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakainya dengan kata kesimpulan; kata keputusan bersaing pemakainya denagn kata putusan;kata pemukiman bersaing dengan kata pemukiman kata penalaran bersaing dengan kata penalaran. Lalu bentukan kata mana yang paling tepat?
Pembentukan kata dalam bahasa indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan-bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat korelasi di antara berbagai bentuk tersebut.
Perhatikanlah, misalnya verba yang berawalan meng- dapat dibentuk  menjadi nomina yang bermakna ‘proses’ yang berimbuhan peng-an, dan dapat pula dibentuk menjadi nomina yang bermakna’hasil’ yang berimbuhan an-. Perhatikanlah keteraturan pembentukan kata berikut.
Verba    Verba    Pelaku    Proses    Hasil atau
Dasar    Aktif        yang di

Anut      menganut    penganut    penganutan    anutan
Tulis,                    menulis,    penulis,    penulisan,    tulisan,
Plih,    memilih,    pemilih,    pemilihan,    pilihan,
Bawa,    membawa,    pembawa,    pembawaan,    bawaan,
Ada lagi pembentukan kata yang mengikuti pola berikut.

Verba    Verba    Pelaku                Hal
Dasar     Aktif  

Tani,    bertani,    petani                 pertanian,
Tinju,    bertinju,    petinju,                pertinjuan,
silat    bersilat,    pesilat                 persilatan
k.    Penggunaan Kata Yang Hemat
Salah satu ciri pemakain bahasa yang efektif adalah pemaain bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam berkomunikasi sehari-hari sering dijumpai pemakain kata yang tidak hemat (boros). Berikut ini didaftar kata yang sering digunakan tidak hemat itu.
BOROS                               HEMAT
1. Sejak dari     sejak atau dari  
2. agar supaya    agar atau supaya
3.demi untuk    demi atau untuk
l. Anologi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata bertinju. Kata petinju berarti’orang yang (biasa) betinju’ bukan orang yang biasa ‘meninju’.
Dewsa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekolompok dengan petimju, seperti, pesenam, pesilat, dan  petenis. Akan tetapi, apakah semua kata dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata petinju? Jika harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti ini.
Petinju    ‘orang yang meninju’
Pesenam    ‘orang yang bersenam’
Pesilat    orang yang bersilat’
 Kata  bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan tetapi kata bergolf, berterjun, bertenis, dan berboling bukan kata yan azim. Oleh sebab itu, munculnya kata
Peski
Peselancar
Pegolf
Petenis
Peboling
Pada dasarnya tidak dibentuk dari
Berski    (yang baku bemain ski)
Berselanar    (yang baku bermain selancar)
m. Bentuk Jamak Dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakain sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak dalam bahasa indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1)    Bentuk jamak dengan melakukan pengulanagan kata ang bersangkutan, seperti
Kuda-kuda
Meja-meja, dan
Buku-buku.
2)    Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti
Beberapa meja    meja,
Sekalian    tamu, dan
Semua    buku
3)    Bentuk jamak dengan menggunakan kata bantu jamak, seperti para tamu.
4)    Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti
Mereka,    kita, dan
Kami,    kalian
Dalam pemakain kata sehari-hari orang cenderung memilih bentuk jamak asing dalam menyatakan jamak dalam bahasa Indonesia. Di bawah ini beberapa bentuk jamak dan bentuk tunggal dari bahasa asing.
Bentuk Tunggal    Bentuk Jamak
Datum     data
Alumnus    alumni
Alim    ulama
Dalam bahasa indonesia bentuk datum dan data yang dianggap baku adalah data yang dipakai dalam bentuk tunggal. Oleh sebaba itu, tidak salah kalau ada bentuk
Beberapa data,
Tiga alumni, dan seterusnya.
n. Pengguna di mana, yang mana, hal mana.
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya.
8. Ungkapan Idiomatik
Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yamg salah satu unsurnya tidak dapt dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.
Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat diksi di dalam tulisan.
Beberapa contoh pemakain ungkapan idiomatik adalah sebagai berikut.
Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden SBY. (salah)
Menteri Dalam Negeri bertemu dengan presiden SBY. (benar)
Di samping itu, ada beberapa kata ang berbentuk seperti tiu, yaitu
Sehubungan dengan
Berhubungan dengan
Sesuai dengan
Ungkapan idiomatik lain yang pelu diperhatikan ialah
SALAH    BENAR
Terdiri    terdiri atas/dari
Terjadi atas    terjadi dari
Disebabkan karena    disebabkan oleh
Baik . . . ataupun    baik . . . manapun

KATA TIDAK BAKU    KATA BAKU
Analisa    analisis
Jadual    jadwal
Kwalitas    kualitas
Coklat    cokelat
Propinsi    provinsi



BAB III:
KESIMPULAN

1)    Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu.
2)    Diksi-diksi yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia antara lain:
a.    Makna denotatif dan konotatif
b.    Kata umum dan khusus
c.    Kata konkret dan abstrak
d.    Sinonim
e.    Pembentukan kata.
f.    Ungkapan idomatik
3.    Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam pembentukan dan pemilihan kata, antara lain:
a)    Penanggalan Awalan meng-
b)    Penggalan awalan ber-
c)    Penyengauan kata dasar
d)    Peluluhan bunyi /c/
e)    Awalan ke- yang keliru.
f)    Bunyi /s/, /k/,/p/, dan /t/ yang berimbuhan meng-/peng-
g)    Padanan yang tidak serasi
h)    Pemakaian akhiran –ir
i)    Pemakain akronim (singkatan)
j)    Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran dan pemukiman
k)    Penggunaan kata yang hemat
l)    Anologi
m)    Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
n)    Pengguna di mana, yang mana, hal mana

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E.Zainal dan S.Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. 2008. Jakarta: Akademika Presindo